Isu perubahan iklim pada hari ini sedang menjadi topik yang cukup panas, sama seperti suhu yang kian hari terasa kian panas. Tapi, apakah kita benar-benar mengerti apa itu perubahan iklim alias climate change? Saya merasa beruntung bisa mengikuti workshop yang diselenggarakan oleh Climate Institute dan FNF Indonesia, karena dalam dua hari ini saya seperti diberi banyak pandangan dan ilmu – ilmu baru yang belum saya ketahui sebelumnya.
Hari pertama workshop diawali dengan perkenalan para peserta, lalu lanjut dengan pengenalan mengenai Climate Institute dan FNF Indonesia selaku penyelenggara.
Lalu, pada malam harinya, para peserta disuguhkan sebuah film yang berjudul Chasing Coral. Film dokumenter yang memenangi Audience Award ini disutradarai oleh Jeff Orlowski.
Chasing Coral berkisah mengenai bagaimana sekaratnya kondisi coral atau terumbu karang yang ada di bawah laut saat ini. Penyebabnya? Global Warming. Pemanasan global adalah salah satu penyebab perubahan iklim.
Lalu apakah hubungan pemasan global, perubahan iklim dengan kehidupan manusia?
Secara tidak langsung, mungkin tidak terlihat sama sekali kaitannya terumbu karang yang mati di dasar laut dengan kehidupan manusia yang jauh di atasnya. Namun, jika dikaji lebih jauh, matinya terumbu karang, bisa menjadi sebuah alarm bagi manusia di permukaan bumi bahwa saat ini kondisi bumi sedang tidak baik – baik saja. Bumi ada masalah besar yang jika didiamkan terus menerus akan menghancurkan kehidupan manusia di masa datang.
Setelah menonton film Chasing Coral, baru dijelaskan korelasi antara terumbu karang yang mati dengan pemanasan global yang terjadi di bumi. Terumbu karang mati tersebut mati disebabkan oleh bumi yang tidak lagi kuat menahan panas lagi, lalu panas tersebut “dihisap” atau ditangkap oleh laut, suhu panas tersebut memengaruhi kehidupan terumbu karang tersebut.
Hari kedua diawali dengan mengunjungi Kebun Raya Bogor, di sini para peserta workshop dibagi dalam beberapa kelompok. Masing – masing kelompok berpencar ke setiap penjuru kebun raya untuk mewancarai beberapa pengunjung dengan pertanyaan – pertanyaan seputar isu perubahan iklim hingga green lifestyle.
Secara keseluruhan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, para pengunjung sudah mengetahui dengan yang namanya apa itu perubahan iklim dan efek yang semakin hari semakin dirasakan. Dan untuk bahasan mengenai green lifestyle, rata – rata pengunjung sudah mengaplikasikan yang dinamakan green lifestyle seperti dengan melakukan bike to work, membawa minuman menggunakan botol yang bisa direfill kembali dan meminimalisir penggunakan kendaraan pribadi lalu beralih ke moda transportasi massal.
Siang harinya, ada Mas Igg Maha Adi, seorang penggiat ekoliterasi yang juga seorang jurnalis memberikan materi mengenai Komunikasi Perubahan Iklim dalam Isu Infrastruktur dan Mobilitas. Secara garis besar, Mas Adi menjelaskan mengenai Isu – isu yang berlaku di dalam perubahan iklim. Salah satu pembahasan yang menarik buat saya adalah mengenai Isu Utama Infrastruktur.
Dalam menghadapi perubahan iklim, insrfrastruktur berperan penting dalam menghadapi perubahan iklim yang sangat tidak menentu seperti saat ini. Tadi dipaparkan beberapa contoh infrastruktur yang rusak diterjang oleh perubahan iklim seperti aspal yang meleleh dikarenakan panasnya cuaca. Untuk itu dibutuhkan perhitungan yang pas agar infrastruktur yang akan dibangun bisa tahan menghadapi iklim yang tidak menentu.
Selain itu, selain membangun infrastruktur yang tahan dengan perubahan iklim. Kita juga harus membangun infrastruktur yang ramah lingkungan. Kenapa? Menurut saya saat ini rumah yang kita tempati belum ramah lingkungan. Untuk itu, kita perlu apa yang namanya rumah ramah lingkungan. Konsep ini sebenarnya sudah banyak yang mulai mengaplikasikannya, seperti mengganti kayu sebagai bahan dari kusen ke baja ringan. Selain lebih tahan lama, mengganti kayu dengan baja ringan juga mengurangi penebangan pohon.
Selanjutnya adalah sistem sanitasi, sadar ga sih kalau kita buang banyak air dalam satu hari? Untuk mandi, berwudu, membersihkan toilet dan mencuci? Padahal, jika mau lebih berhemat, kita bisa menggunakan kembali air untuk mandi, berwudu dan mencuci sebagai air waktu nge-flush toilet. Bukan, kita ga ngumpulin secara manual, saya pernah melihat konsep re-use water ini. Namun sepertinya belum cukup familiar di Indonesia.
Untuk kebutuhan energi listrik, kita bisa beralih menggunakan listrik melalui panel surya. Tidak semua pembangkit listrik di negara ini menggunakan air sebagai motor utamanya, ada yang menggunakan bahan bakar fosil seperti batubara dan solar. Nah, jika kita menggunakan panel surya, selain menghemat pengeluaran, kita juga bisa mengurangi emisi yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga solkar maupun batubara.
Untuk urusan gas pun sebenarnya saat ini juga sudah banyak alternatif setau saya. Salah satunya yang pernah saya lihat adalah menggunakan kotoran hewan dan mengkonversinya menjadi gas. Ini jauh lebih ramah dari pada kita menggunakan gas yang berasal dan dikeruk di dasar perut bumi.
Beropini mungkin segampang ini. Tapi, tidak juga kita harus apatis dengan perubahan iklim yang ada di muka bumi ini. Kita bisa berkontribusi dalam hal kecil sekalipun entah dengan mengurangi penggunaan kertas atau membawa sendiri kantong belanjaan ketika berbelanja. Yang penting jangan menjadi tidak acuh dengan apa yang terjadi di bumi saat ini, karena bumi bukan untuk kita. Bumi ini adalah titipan dari anak cucu kita nantinya. Ok? 🙂
No Comments Found