Saya mulai mengetahui mengenai Fiersa Besari sekitar tahun 2011 silam. Ceritanya saya dikasih oleh seseorang tautan video di Youtube yang berjudul Kau Yang Mengutuhkan Aku oleh Revolvere Project. Sebuah project di mana musik, puisi dan visual dikemas secara satu paket oleh Fahd Pahdephie, Fiersa dan Futih.
Setelah menonton video-video lainya, saya semakin penasaran dengan karya Fiersa lainnya. Karena saya menyukai musik dan lagu yang dibuat oleh Fiersa. Mulailah saya berburu lagu-lagu Fiersa Besari lainnya melalui akun Soundcloud dan Reverbnation miliknya. Saat itu, Fiersa masih jarang sekali mengunggah lagu-lagu milikinya. Pada waktu itu kebanyakan konten Soundcloudnya lebih ke lagu-lagu cover dari penyanyi lain.
Hingga pada akhirnya Fiersa merilis albumnya 11:11 perdananya, lalu kemudian Tempat Aku Pulang dan terakhir album buku Konspirasi Alam Semesta. Bisa dibilang ketiga album tersebut memiliki tema sama yang dominan, cinta dan patah hati. Memang dua hal tersebut adalah tema yang cukup laku dan menjual, namun Fiersa mengemasnya dengan berbeda dan tidak terlihat cengeng.
Ah, rasanya cukup membahas Fiersa dan musiknya. Mari membahas mengenai tulisan Fiersa Besari. Karena sedikit banyak saya terpengaruhi dan terwarnai oleh tulisan-tulisannya. Sebelum album buku Konspirasi Alam Semesta dan buku Garis Waktu (mungkin nanti akan saya ulas), biasanya saya menikmati tulisan-tulisan Fiersa melalui blog, Facebook, Twitter dan Instagramnya. Dan pada hari ini saya cuma rutin membaca tulisan Fiersa melalui #Jurnal365 nya di Instagram, karena seperti ia tidak terlalu aktif di twitter lagi.
Mengikuti tulisan tulisan Fiersa baik di Twitter maupun di status Facebook membuat saya banyak belajar. Ya meskipun dibatasi oleh karakter, Fiersa bisa memilah diksi yang tepat untuk tulisannya. Tak jarang pula saya menemukan kata-kata yang sebelumnya belum pernah saya tahu. Sehingga secara tidak langsung, membaca tulisan-tulisan Fiersa saya seperti menambah perbendaharaan kata saya.
Saya belajar bagaimana cara agar tulisan bisa enak untuk dibaca. Saya belajar bagaimana memadu padankan diksi tulisan di blog lain. Karena memang menulis itu tidak cukup hanya bermodal motivasi, banyak hal yang harus diperhatikan saat menulis. Termasuk diksi dan hal-hal kecil namun penting lainnya.
Karena menulis tak hanya mengetikkan kalimat-kalimat lalu acuh akan tata bahasanya. Ah, anak SD juga bisa mah kalo nulis tapi gak peduli akan tata bahasa. Duh jadi ingat awal-awal ngeblog kan ini. Dulu prinsip saya, yang penting blog update. Hehehehe.
Intinya, saya belajar banyak bagaimana cara menulis dari tulisan-tulisan Fiersa. Baik itu di blog, Twitter, status Facebook, caption Instagramnya maupun lirik-lirik lagunya. Ya meskipun rata-rata tulisannya bertema sendu dan patah hati, tapi bukan berarti tidak ada celah untuk belajar dari tulisan-tulisan tersebut. Satu hal lagi yang saya kagumi dari Fiersa adalah kegemarannya membaca buku, hingga akhirnya mendirikan komunitas Pecandu Buku.
Rasanya cukup membahas tulisan dan lagu Fiersa Besari ini. Satu hal yang ingin saya sampaikan adalah ketika kita menyukai suatu karya baik itu seperti lagu atau tulisan, hal itu pasti akan mempengaruhi pola pikir kita. Baik secara langsung ataupun tidak, pasti akan ada pengaruhnya. Namun, bukan berarti ketika menikmati karya-karya sendu Fiersa, hidup saya pun menjadi sendu. Berbahagialah, karena hidup tak perlu sesendu lagu Fiersa Besari.
Muah.